BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Amerika Selatan atau
Amerika Latin adalah negara-negara yang terletak di selatan Amerika
Serikat yaitu semua negara di wilayah benua Amerika bagian Selatan yang
sebagian terbesar bekas koloni kerajaan-kerajaan Spanyol, Portugis, dan
Perancis, termasuk pula negara-negara Karibia seperti Bahama,
Dominika, Kuba, Haiti, Jamaika,, Nicaragua, Suriname, Trinidad &
Tobago dll. Luas daratan seluruh Amerika Selatan lk 7 juta mil persegi dengan
jumlah penduduk pada akhir abad ke-20 lebih dari 350 juta jiwa.
Pada masa pemerintahan Presiden
Republik Indonesia IR.Sukarno tahun 1960-an, negara-negara Amerika Latin
digolongkan oleh Bung Karno sebagai negara-negara New
Emerging Forces bersama-sama negara-negara Asia dan Afrika yang
memperoleh kemerdekaan-nya setelah Perang Dunia II. Sampai pada waktu ini
negara-negara New Emerging Forces termasuk Amerika Latin masih
terus berjuang untuk membebaskan dirinya dari ketergantungannya ke negara
asing khususnya Amerika Serikta, dan berusaha pula membangun dunia baru
yang lebih berkeadilan.
Sebagaimana diketahui perjuangan
negara-negara Amerika Selatan membebaskan diri-nya dari kekuatan asing –
khususnya Amerika Serikat – belum sepenuhnya
berhasil. Oleh karena itu perjuangan-nya perlu terus
didukung, dan senantiasa perlu pula disimak dan dipelajari.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas, maka
dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1
Bagaimana keadaan
ekonomi dan politik di Amerika Latin?
1.2.2
Bagaimana perkembangan pemerintahan
di Amerika Latin ?
1.3
Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka
makalah ini dibuat dengan tujuan :
·
Untuk memahami dan
mengetahui bagaimana keadaan ekonomi dan politik di Amerika Latin
·
Untuk memahami dan
mengetahui bagaimana perkembangan pemerintahan di Amerika Latin
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1
Keadaan Ekonomi dan Politik di Amerika Latin
Pada awal abad ke-20 di keluarga
negara-negara Amerika Latin telah bertambah dengan dua negara yaitu Kuba dan
Panama. Kuba merdeka dari Spanyol pada tahun 1902, dan Panama memisahkan diri
dari Columbia pada tahun 1903. Walaupun telah menjadi negara merdeka,
kedaulatan dari kedua negara tersebut masih terbatas dengan adanya
perjanjian bahwa tentara Amerika Serikat-lah yang bertanggung jawab
menjamin kemerdekaan kedua negara tersebut. Sementara itu dalam dua
dekade berikutnya Republik Dominica, Nicaragua, dan Haiti menjadi
“protectorate’ dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1845, beberapa dasawara sebelum memasuki
abad ke-20, Texas yang telah melepaskan diri dari
Meksiko dan bergabung dengan Amerika Serikat . Disamping itu
Amerika juga menginginkan wilayah Meksiko di Pantai Barat. Sudah
barang tentu Meksiko tidak menyukai keinginan tersebut, maka
“ Perang Mesiko – Amerika” tidak dapat dihindari.
Amerika Serikat berhasil memenangkan perang dan memperoleh
wilayah California dan Amerika Serikat Barat Daya.
Orang-orang Amerika di Utara tidak menyukai perang ini,
karena merasa perang ini hanya untuk keuntungan Selatan.
Perlu pula
diketahui sejak tahun 1900 investasi Amerika Serikat di Mesiko dan di
negara-negara Karibia telah melampaui investasi Inggris. Hal itu berarti bahwa
pada awal abad ke-20
Amerika
Serikat sudah menancapkan pengaruh politik dan ekonomi di Amerika Latin
dengan kuat. Keadaan seperti itu menyebabkan tumbuhnya
sikap anti terhadap Amerika Serikat, yang dikenal oleh
kalangan masyarakat Amerika Latin sebagai “Imperialis Yankee”.
Hal itu digambarkan secara tepat oleh seorang
penulis Uruguay ( Jose Enrique Rodo) sebagai “Dering kutukan terhadap imperialisme Yankee”. Enrique
Rodo menyatakan bahwa sikap menentang pelanggaran militer, ekonomi, dan
kultur dari “Colossus of the North” ( The Colossus of the North is a name for the United States typically
used by those who view the country as oppressive to its southern
neighbors, Wikepedia) adalah suatu sikap yang menjadi dambaan rakyat
Amerika Latin. Walaupun rakyat dan
negara-negara Amerika Latin sesungguhnya lebih memerlukan terciptanya
keadilan dan kemakmuran masyarakatnya.
Pada masa tahun 1900-an negara-negara Amerika Latin
adalah penghasil produk-produk primair guna keperluan ekspor. Oleh karena
itu suatu kontraksi perdagangan dunia – karena depresi pada tahun 1890-an
– menyebabkan kerawanan bagi Amerika Latin seperti tampak dengan
terguncangnya ekonomi Argentina dan Kuba. Disamping itu imperialisme
Eropa, yang dengan intensip meng-eksploitasi koloni-koloninya di wilayah tropis
di Asia dan Afrika, menyebabkan terjadinya krisis kopi (1905) dan
runtuhnya boom karet (1914) di Brasilia.
Beberapa
saat setelah itu pecah Perang Dunia I (1914 – 1918) membawa makin susutnya
volume perdagangan dunia . Keadaan itu ternyata tidak
berlangsung lama, karena kerusakan lahan
pertanian di Eropa berakibat terciptanya pasar baru
bagi produk bahan makanan Amerika Latin. Namun cepatnya recovery
lahan-lahan pertanian di Eropa tersebut ( termasuk
dihasilkannya gula beet) membawa pengaruh
negatip bagi perdagangan produk-produk pertanian Amerika Latin.
Pada sepertiga bagian pertama dari abad ke-20
pemerintahan di Amerika Latin telah menjaga stabilitas ekspor hasil produksinya
( roduk-produk primer) dengan membatasi dan memangkas produksi-nya,
disamping mengadakan berbagai perjanjian perdagangan internasional
untuk melindungi ekonominya. Dengan terjadinya depresi pada
tahun 1930-an usaha tersebut tampak sia-sia, Amerika Latin
menderita kerugian lebih besar daripada yang seharusnya.
Bahkan ketika secara umum ekonomi dunia telah membaik dan tumbuh,
pengaturan internasional perdagangan komoditi-komoditi tidak efektif melindungi
Amerika Latin. Berkurangnya demand akan tembaga dan timah putih menyebabkan
rusaknya ekonomi serta menyebabkan perpecahan sosial di Chile atau Bolivia.
Dengan berjalannya waktu, maka muncul kesadaran diantara
masyarakat Amerika Latin, bahwa melindungi diri dari gejolak perubahan ekonomi
dunia adalah mutlak diperlukan antara lain dengan melakukan diversifikasi
ekonomi termasuk industrialisasi.
Perlu pula
diketahui bahwa selama Perang Dunia ke-1 industrialisasi di Amerika Latin
menjadi marak, pabrik-pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang
konsumsi yang semula diperoleh dari Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian
besar pabrik-pabrik yang dibangun tersebut adalah tergolong industri
ringan, namun sewaktu terjadi banjir impor pada tahun 1920-an
sebagian besar pabrik-pabrik tersebut mati tenggelam. Pada dekade berikutnya
terlihat adanya gelombang naik dari industri ringan tersebut yaitu ketika
ekspor produk primer Amerika Latin menurun, dimana Amerika Latin terpaksa
mengurangi impor-nya serta menggantikannya dengan memproduksi
produk dalam negeri sebagai substitusi impor.
Industri substitusi impor terus tumbuh selama
Perang Dunia II sampai perang berakhir. Beberapa negara
seperti Brasilia dan Argentina membuat dinding tarif (tariff
barrier) untuk melindungi industri substitusi impor tersebut serta
menyokong penuh industrialisasi. Industri Argentina tumbuh
dengan pesat dibawah program ambisious yang dilancarkan oleh diktator Juan D Peron,
dan Brasilia tumbuh menjadi negara yang maju industri-nya. Promosi
pemerintah tentang pembangunan pabrik-pabrik (industri)
menggambarkan kemenangan kelompok penduduk kota terhadap kaum elite
pendatang lama yang pada umumnya menguasai daerah-daerah pedesaan .
2.2
Perkembangan Pemerintahan di Amerika Latin
Pemerintahan
kota di Amerika Selatan tumbuh dengan pesat kira-kira pada awal abad
ke-20, kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia
berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas terjadinya
pertumbuhan pemerintahan kota tersebut. Para pekerja kontrak dari Itali,
Spanyol dan Portugis ; setelah beberapa tahun bekerja di ladang-ladang
biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak
mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya ; kemudian mereka cenderung
untuk tinggal di kota-kota. Perbaikan sanitasi dan terbasminya
penyakit-penyakit seperti penyakit malaria – khususnya di
kota-kota – ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena
berkurangnya angka kematian,
Setelah
Perang Dunia I kegiatan ekonomi dan perdagangan di Amerika Selatan pada
umumnya berkembang, hal itu menyebabkan diperlukannya tenaga-tenaga managerial
dan profesional disamping bertambahnya lapangan kerja bagi sekretaris,
juru tulis, penjaga gudang, pekerja kereta api, pekerja pelabuhan, pekerja
perpakiran dan lain-lain. Namun pada kenyataannya banyak posisi- posisi yang
baik dalam bank-bank, perusahaan asuransi, pusat-puat perdagangan, dan berbagai
fasilitas lainnya masih diisi oleh tenaga-tenaga managerial dan profesional
asing, hal itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja lokal. Keadaan
seperti itu diperparah oleh kenyataan bahwa para kapitalis asing tampak hanya
mengeruk sumber daya alam Amerika Latin saja, baik dari kebun-kebun
maupun dari tambang-tambang.
Para
politisi (demagog) kelas menengah di Amerika Latin mengritik elite penguasa
sebagai antek kapitalis Inggris atau Amerika (Yankee). Para politisi
yang sebagian besar kelas menengah terus berusaha mendapatkan
dukungan dari para pekerja yang terancam hilang pekerjaannya
saat ekspor produk-produk Amerika Latin terus
merosot. Keadaan seperti itu menyebabkan faham nasionalisme tumbuh menjadi
faktor penting dalam percaturan politik di Amerika Latin pada abad ke-20.
Sesungguhnya
sejak abad ke-19 konstitusi Amerika Latin telah mengatur adanya
pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan golongan-golongan, namun
partisipasi rakyat belum memadai seperti terlihat
dalam banyak pemilihan umum maupun penetapan pemenang dari pemilihan-pemilihan
tersebut. Phenomena tersebut baru memperoleh perhatian secara luas
pada abad ke-20.
Memasuki
abad ke-20 kelompok-kelompok penduduk kota menghendaki reformasi cara-cara
pemilihan, pelopor dari reformasi tersebut adalah kaum elite tua dari Argentina
dan Chile. Adanya reformasi cara pemilihan telah memungkinkan
partai kelas menengah radikal merebut kedudukan presiden di Argentina (1916)
dan di Chile (1920). Sementara itu perubahan administrasi pemerihtahan
telah berpengaruh terhadap kebebasan rakyat melakukan pemilihan ; di Chilie
pemilihan menjadi tidak demokratis lagi dan di Argentina sebagian besar
“presiden terpilih” digulingkan oleh kudeta militer.
Di
Uruguay, Costa Rica, dan Kolumbia pada sebagian besar dari tiga perempat bagian
pertama abad ke-20 pelaksanaan demokrasi politik berjalan cukup baik. Di
Brasilia sepanjang tahun-tahun 1945 – 1965 pemilihan juga telah berjalan
dengan baik. Di Kuba (selama pendudukan Amerika Serikat dari tahun 1940 –
1952) telah dilakukan pemilihan umum, demikian pula di sebagian besar
negara-negara republik Amerika Latin. Namun sejak awal tahun 1970-an
dibanyak negara-negara di Amerika Latin menganut sistem satu partai yang
unik, hal itu antara lain menyebabkan hasil pemilihan disemua tingkatan
telah diketahui terlebih dahulu.
2.2.1 Munculnya Gerakan Revolusioner
Pengalaman pertama yang diperoleh
oleh Mesiko pada abad ke-20 adalah adanya revolusi sosial di berbagai
negara Amerika Latin. Pemberontakan pada tahun 1910 menghadirkan
: revolusi pada tahun 1940 ; tambang dan kilang minyak milik
asing dinasionalisir ; dan sebagian besar tanah-tanah produktip diambil-alih
dan dibagikan kepada para petani. Serangan secara simultan dan berhasil
terhadap “kapital asing (tambang minyak dll)” serta “hacendados domestik
(tanah-tanah produktip)” tersebut tidak diduga sebelumnya.
Seperti diketahui pada tahun 1878 –
1911 Mesiko dibawah pemerintahan diktator Porfirio Diaz
dengan semboyan “Kestabilan dan Kemajuan” dapat berkembang dan maju
menuju ke negara industri. Pemerintahan dilakukan-nya secara
otoriter (tangan besi) dengan dukungan militer, kebebasan masyarakat
dikekang dengan kejam, dan pemilihan umum yang bebas dihindarinya. Hal
itulah yang rupanya menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner
dan pemberontakan rakyat Mexico (1910 – 1920) yang kemudian menjadi revolusi
sosial.
Revolusi Mexico menyaksikan
perpindahan dari kekuasaan diktator otoriter (yang mencoba membangun
pemerintahan yang stabil) ke kekuasaan radikal dan revolusioner. Ketika
revolusi berlangsung tambang-tambang minyak asing diambil alih dan
kebun-kebun dibagikan kepada petani (rakyat miskin) oleh gerakan revolusioner ;
seperti yang dipimpin Emiliano Zapata.
Revolusi sosial tersebut
bukan-lah terjadi secara tiba-tiba dan bukan pula oleh
sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi karena berbagai sebab
yang berakumulasi dan berseluk-beluk sbb :
1.
Perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus
khususnya di Amerika Utara disatu fihak, dan berdirinya negara
sosialis sebagai pengetrapan faham Marxisme Leninisme di Rusia
dilain fihak,
2.
Tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum
kapitalis & imperialis asing dan menimbulkan pemeritahan
diktator- otoriter disatu fihak, dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.
Seperti diketahui adanya
gerakan revolusioner yang menyebabkan revolusi sosial tersebut selain di
Mesiko juga terjadi di berbagai negara Amerika Latin lainnya. Untuk memberi
gambaran tentang hal itu berikut ini adalah uraian singkat tentang
keadaan yang terjadi di Kuba, Chili, Bolivia dan Kolombia.
Kuba
Pada tahun 1895 – 1898, Kuba
merupakan jajahan Spanyol, namun sebagian besar wilayah pedesaan
dan sejumlah kota dikuasai oleh kekuatan revolusi yang ingin menggulingkan-nya.
Spanyol yang menguasai kota-kota besar berusaha menundukkan
kekuatan revolusi tersebut, namun perlawanan tetap berlanjut. Perlawanan kaum
revolusioner Kuba surut setelah pada tahun 1898 Amerika Serikat memenangkan
“Perang Spanyol – Amerika” dan menduduki Kuba. Pada tahun 1902
Kuba mendapatkan kemerdekaan, dan tentara Amerika Serikat
meninggalkan Kuba. Namun Amerika Serikat melalui
“Amandemen Platt” masih memiliki wewenang yang besar
dalam urusan-urusan dalam negeri Kuba, dan masih berada di Teluk
Guantanamo dengan istilah menyewa.
Pada tahun 1902 – 1906 Kuba berada
dalam masa damai yaitu sewaktu pemeritahan Tomas Estrada Palma sebagai presiden
pertama. Namun antara tahun 1906 – 1909 dengan menggunakan pasal-pasal dalam
“Amandemen Platt” tentara Amerika Serikat menduduki kembali Kuba.
Pada tahun 1934 Amandemen Platt tersebut dicabut, namun keberadaan
Amerika Serikat di Teluk Guantanamo terus diperpanjang sampai saat ini.
Setelah itu beberapa kali Kuba
berganti pemerintahan, pada tahun 1952 Fulgencio Batista
dapat mengambil alih (kudeta) pimpinan pemerintahan Kuba. Fulgencio
Batista memimpin Kuba secara diktator otoriter, hal itu berakibat rakyat
merasa tidak puas sehingga banyak kelompok yang menentangnya.
Pada November 1956 Fidel Castro
dengan 82 orang pejuang – dilatih oleh Alberto Bayo mantan kolonel Tentara
Republik Spanyol – menggulingkan pemerintahan diktator Batista,
dalam suasana masyarakat kecewa dan tidak puas terhadap
pemerintah. Castro kemudian berhasil membangun negara komunis
dengan sistem satu partai yang pertama di belahan Barat dunia.
Castro tidak secara resmi mengungkapkan hal itu.
Chili
Menjelang akhir abad ke-19,
pemerintah Chili di Santiago menjadi lebih kokoh kedudukannya
karena: (1) Kedaulatan Chili atas selat Magelhaens
diakui Argentina, (2) Wilayah Chili diperluas kearah utara yang
berdampak hilangnya sepertiga akses Bolivia ke Samudra Pacifik, dan (3)
Ditemukannya deposit senyawa nitrat yang berharga.
Eksploitasi deposit senyawa nitrat
tersebut telah membawa Chili ke era kemakmuran. Namun konflik antara “Presiden”
(Jose Manuel Balmaceda) dan “Kongres” telah memicu “Perang Saudara” (1891).
Perang-saudara tersebut juga merupakan pertarungan antara pihak yang
menghendaki pembangunan industri dalam negeri dengan fihak
perbankan Chili yang mengutamakan ekspor sumberdaya
alam
(khususnya House of Edwards yang memiliki hubungan erat dengan kapitalis
asing). “Kongres” memenangkan konflik tersebut, dan kemudian menerapkan sistem
“republik parlementer”.
Pada periode “republik parlementer”
tersebut terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun
juga ditandai oleh ketidakstabilan politik dan merupakan awal
timbulnya apa yang disebut sebagai "masalah sosial"
yaitu adanya gerakan revolusioner dari kaum proletar. Masalah sosial
tersebut timbul karena tidak terwujudnya "pemerataan
kemakmuran".
Chili selama bertahun-tahun
berganti-ganti pemerintahan, baik melalui kudeta militer maupun
melalui proses pemilihan. Pada tahun 1970 Allende ( berfaham
sosialis ) memenangkan pemilihan umum. Pemerintahan Allende
mengajukan suatu program yang dalam garis besarnya sbb :
·
menjalankan sistem ekonomi dan
sosial yang sosialistis,
·
meningkatkan peranan kaum buruh,
·
melakukan nasionalisasi bank-bank
asing, dan
·
memperkuat "milisi
rakyat".
Dibawah Allende keadaan
ekonomi dan politik di Chili tidak menjadi stabil ;
media, politisi, serikat buruh, dan berbagai organisasi
lainnya selalu melakukan aksi-aksi yang menentang
Allende. Sejumlah aksi menentang Allende tersebut didukung
oleh Amerika Serikat. Hal itu menyebabkan
pada permulaan tahun 1973 Chili mengalami krisis ekonomi dan hiperinflasi
hingga 600% s/d 800%. Krisis ekonomi tersebut diperparah oleh
adanya pemogokan-pemogokan yang dilakukan oleh para dokter,
guru, pemilik truk, pekerja tambang tembaga dll, serta
didukung oleh mahasiswa.
Pada 26 Mei 1973 Mahkamah Agung
Chili secara terbuka ikut serta menentang pemerintahan Allende, dan berpendapat
bahwa kebijakan Allende adalah pemicu ketidak stabilan ekonomi, politik,
dan sosial di Chlili.
Pada 11 September 1973 terjadi
kudeta militer menggulingkan pemerintahan Allende. Kudeta militer
tersebut kemudian membentuk junta militer yang dipimpin
oleh Jenderal Augusto Pinochet, dan mengambil alih kendali negara.
Meskipun kudeta tersebut ilegal menurut konstitusi Chili,
namun “Mahkamah Agung Chili” mendukung dan
mengukuhkan-nya. Pada 11 September 1980 sebuah “konstitusi
baru” diiberlakukan melalui suatu referendum. Referendum ini
kontraversial dan dipertanyakan oleh berbagai organisasi
internasional.
Jenderal Pinochet menjadi presiden
republik Chili selama 8 tahun. Setelah Pinochet memperoleh kekuasaan, beberapa
ratus orang revolusioner meninggalkan Chili bergabung dengan tentara
Sandinista di Nikaragua, , pasukan gerilya di Argentina, atau ke kamp pelatihan
di Kuba, Eropa Timur, dan Afrika Utara.
Bolivia
Seperti diketahui sejak merdeka
sampai medio abad ke-19 Bolivia telah kehilangan lebih dari setengah
wilayahnya ke negara tetangga karena suatu peperangan. Pada akhir
abad ke-19, meningkatnya harga emas dunia telah membawa Bolivia menjadi
negara yang secara ekonomi relatip makmur dan secara politik
stabil. Sementara itu selama awal abad ke-20 “timah” telah menggantikan
“emas” sebagai sumber kekayaan negara yang paling penting. Dalam tiga
puluh tahun pertama abad ke-20 pemerintahan Bolivia
didominasi oleh oleh elit yang menjalankan kebijakan sosial dan ekonomi
liberal (laissez-faire).
Pada tahun 1951 partai yang berbasis luas, Gerakan Nasionalis Revolusioner (Movimiento Nacionalista Revolucionario disingkat MNR), memenangkan pemilihan presiden Bolivia. Kemenangannya tersebut tidak didukung oleh kekuatan-kekuatan elit, namun MNR (1952) ternyata dapat melakukan suatu perubahan dengan sukses. Presiden Victor Paz Estenssoro dengan dukungan rakyat melakukan perubahan-perubahan sbb :
Pada tahun 1951 partai yang berbasis luas, Gerakan Nasionalis Revolusioner (Movimiento Nacionalista Revolucionario disingkat MNR), memenangkan pemilihan presiden Bolivia. Kemenangannya tersebut tidak didukung oleh kekuatan-kekuatan elit, namun MNR (1952) ternyata dapat melakukan suatu perubahan dengan sukses. Presiden Victor Paz Estenssoro dengan dukungan rakyat melakukan perubahan-perubahan sbb :
·
memperkenalkan hak pilih,
·
melaksanakan
reformasi tanah,
·
mempromosikan pendidikan pedesaan dan
·
nasionalisasi tambang terbesar (timah).
Pada tahun 1964, junta militer
menggulingkan Presiden Estenssoro, kemudian pada 1971 Hugo Banzer Suarez
(seorang Kolonel AD) diangkat sebagai presiden Bolivia. MNR
(1971-1974) mendukung pemerintahan Banzer. Selama pemerintahan presiden
Banzer ekonomi Bolivia tumbuh dengan mengesankan, walaupun terjadi banyak
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan krisis fiskal yang
akhirnya melemahkan dukungan masyarakat terhadap-nya. Banzer pada tahun
1978 dipaksa menggelar pemilu, dan Bolivia kembali memasuki masa
kekacauan politik.
Pada tahun 1979 dan 1981
dilaksanakan Pemilu, namun hasilnya tidak meyakinkan dan ditandai oleh banyak
kecurangan. Setelah itu Bolivia selalu mengalami krisis politik dan ekonomi,
pemerintahan tidak stabil (sering berganti-ganti melalui kudeta dan kontra
kudeta militer), terjadi banyak pelanggaran HAM, dan marak praktek
perdagangan narkotika. Bahkan menurut “Guinness World Records”
selama kurang dari satu abad di Bolivia terjadi kudeta lebih dari
190 kali, terbanyak di dunia.
Selama pemerintahan presiden
Gonzalo Sanchez de Lozada telah dilakukan reformasi
ekonomi dan sosial secara agresip, dimana investor asing boleh menguasai
50% kepemilikan dan melakukan kontrol terhadap manajemen perusahaan publik
seperti di perusahaan-perusahaan minyak bumi,
telekomunikasi, penerbangan, kereta api dan listrik.
Reformasi (dan restrukturisasi) ekonomi ini sangat ditentang oleh golongan
tertentu yang terus melakukan protes dan bahkan
kadang-kadang disertai kekerasan, terutama di La Paz
(ibukota) dan Chapare (daerah penghasil koka).
Pada tahun 1994 – 1996
pemerintah de Lozada menawarkan kompensasi moneter kepada
petani koka ilegal di wilayah Chapare, jika mereka menghentikan penanaman
koka. Kebijakan ini dapat sedikit mengurangi produksi koka. Seperti diketahui
pada tahun 1990-an Bolivia adalah pemasok hampir sepertiga
koka (bahan baku kokain) dunia.
Sementara itu Central Obrera
Boliviana (COB) menentang berbagai kebijakan pemerintah Bolivia ,
namun tentangan itu tidak efektip seperti terlihat pada saat pemogokan guru
(1995). Pada saat itu COB tidak dapat mengerahkan dukungan dari
anggotanya termasuk dukungan dari para pekerja konstruksi dan
pabrik. Pemogokan gagal. Kemudian pemerintah menyatakan negara dalam
keadaan darurat militer untuk menjaga agar gangguan yang disebabkan oleh
aksi para guru tersebut tidak terulang.
Seperti diketahui para guru tersebut
dipimpin oleh pendukung Trotsky , dan dianggap sebagai serikat paling
militan di COB. Kegagalan aksi para guru tersebut merupakan pukulan besar bagi
COB, yang kemudian (1996) terperosok ke dalam pertikaian internal.
Kemudian antara Januari 1999 sampai
April 2000 terjadi aksi protes dalam skala besar di kota terbesar ketiga di
Bolivia (Cochabamba). Aksi protes tersebut adalah sebagai reaksi terhadap
privatisasi sumber daya air. Akibat privatisai tersebut pengelola
sumberdaya air (perusahaan asing) menaikan harga air hingga dan dua kali
lipat.
Gonzalo Sanchez de Lozada mundur
pada Oktober 2003, dan digantikan Wakil Presiden Carlos Mesa. Namun 6
bulan kemudian (Juni 2005) Mesa digantikan oleh ketua MA Eduardo
Rodriguez. Pada 18 Desember 2005 Evo Morales – pemimpin sosialis
pribumi – terpilih sebagai presiden.
Kolombia
Republik Kolombia seperti yang
dikenal sekarang terbentuk pada tahun 1886, setelah sebelumnya terjadi perang
sipil selama dua tahun. Perang sipil seperti itu sering terjadi di
Kolumbia, yang paling terkenal adalah “perang sipil 1000 hari (1899 -
1902)” yang terjadi bertepatan dengan keinginan Amerika Serikat
mengambil alih pembangunan “Terusan Panama”. Hal tersebut berakibat Panama
menjadi sebuah negara merdeka lepas dari Kolombia pada tahun 1903.
Kolombia juga terlibat dalam perang
yang cukup lama dengan Peru, karena konflik teritorial. Setelah
perang dengan Peru berakhir Kolombia mengalami stabilitas politik, yang
diselingi jeda karena pertikaian berdarah di akhir 1940-an s/d awal 1950-an, periode
tersebut dikenal sebagai periode “ La Violencia (Kekejaman)”.
Sejak Gustavo Rojas berkuasa melalui
sebuah kudeta, dan melakukan negosiasi dengan kaum gerilyawan (1953 – 1964)
suasana kekejaman mereda. Setelah Gustavo Rojas, Kolumbia berada dibawah
pemimpin militer Jenderal Gabriel Paris Gordillo. Meredanya suasana
kekejaman tersebut ternyata tidak meniadakan adanya kontradiksi. Bahkan
kekuatan kaum gerilyawan di desa-desa akhirnya secara resmi
membentuk FARC (FARC atau Fuerzas Armadas Revolucionarias de
Colombia atau
Revolutionary
Armed Forces of Colombia, lihat
Wikipedia) untuk melawan pemerintah yang dipandangnya pro
Amerika Serikat.
Antara tahun 1980 – 1990
terbentuklah “kartel obat” yang berkuasa dan kejam di Kolumbia yaitu “Kartel
Medellin” (Pablo Escobar) dan “Kartel Kali”, dalam hal tertentu
kartel-kartel tersebut mempengaruhi politik dan ekonomi di Kolombia.
Pada tahun 1991 “Konstitusi Kolombia
1991” yang diajukan oleh “Badan Konstitusi Kolombia”. diberlakukan. Konstitusi
ini mengatur posisi-posisi penting di bidang politik, etnik, gender, dan
hak assasi manusia (HAM).
BAB
3. PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari
penjelasan pada pembahasan maka dapat di tarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
·
Negara-negara Amerika Latin bersama dengan
negara-negara Asia dan Afrika yang memperoleh kemerdekaan-nya
setelah Perang Dunia II dinamakan oleh Bung Karno (Presiden Pertama Republik
Indonesia) sebagai New Emerging Forces. Sampai pada waktu ini the
New Emerging Forces masih terus berjuang untuk membebaskan diri dari
ketergantungannya terhadap kekuatan lama yang telah mapan (the Old Established
Forces) khususnya ketergantungan ke kekuatan kapitalisme & imperialisme
dibawah pimpinan Amerika Serikat,
·
Ekonomi negara-negara Amerika Latin pada abad ke-20 masih
sangat tergantung pada ekspor produk primer yang berupa hasil pertanian,
perternakan dan pertambangan. Sejumlah negara Amerika Latin telah
memiliki industri yang cukup maju, namun kekuatan industrinya belum cukup
untuk melindungi ekonominya terutama jika terjadi suatu
kegoncangan ekonomi dan perdagangan dunia.
·
Pada awal abad
ke-20 kota-kota di Amerika Selatan tumbuh dengan pesat. Kaum
imigran dari Portugal, Spanyol, Italia dll terutama di Argentina dan
bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas
terjadinya pertumbuhan kota-kota tersebut. Kota-kota tersebut
menjadi pusat lembaga-lembaga keuangan (Bank, Asuransi dll) yang didominasi
kapital asing, dan menjadi simpul untuk menyedot hasil kekayaan
alam (kebun, ternak, dan tambang) Amerika Latin.
·
Pemerintahan di
Amerika Selatan yang dilakukan secara otoriter
(militer) dan yang didukung kekuatan asing
menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner.
Gerakan revolusioner tersebut jika berakumulasi dan berseluk-beluk
dengan :(a) konflik internal di masing-masing negara (b) kapitalisme dan
imperialisme yang rakus khususnya dari Amerika Utara, dan (c)
faham sosialis sebagai pengetrapan faham Marxisme Leninisme seperti
yang terjadi di Rusia, maka akan membawa terjadinya revolusi
sosial seperti yang terjadi di Mesiko, Kuba dll
·
Amerika Selatan atau Amerika Latin kini (2010) terdiri
dari lebih 15 negara seperti Argentina, Bolivia, Brasilia, Chili, Kolombia,
Uruguay dan lain-lain ; berpenduduk lebih dari 350 juta jiwa.
Seluruh negara-negara Amerika Selatan tersebut dapat dikatakan telah merupakan
negara merdeka, namun belum satupun menjadi negara “Merdeka 100%”.
·
Negara-negara Amerika Selatan tersebut sadar, bahwa
mereka tidak akan mencapai “Merdeka 100%” jika tidak bersatu.
Kesadaran tersebut mulai terlihat sejak kemenangan Simon Bolivar atas Spanyol
di Ayachucho (1824), dan menjadi lebih nyata dengan terbentuknya
berbagai kerjasama (1969).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar