Jumat, 19 Desember 2014

KOOPERATIF JIGSAW




METODE PEMBELAJARAN KOOPERTAIF JIGSAW
 ( PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH)



PAPER

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pembimbing Bapak Dr.Suranto., M.Pd




Oleh :
IFTITAH DIAN HUMAIROH         120210302015
KELAS B




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.    Defenisi Model Pembelajaran Teknik Jigsaw
Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuanbersama.
Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil , seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya.( Rusman, 2008.203)
Sedangkan menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif jigsaw adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktifisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana sisiwa secara individu menemukan dan mentranseformasikan imformasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturanyang dan merivisinya bila perlu (soejadi dalam teti sobri,2006. 15).
Tujuan dari metode jigsaw tersebut adalah untuk mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperolah apabila mereka mencoba mempelajari materi sendirian.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat 3 karakteristik yaitu:
1.      kelompok kecil,
2.      belajar bersama, dan
3.      pengalaman belajar.
Esensi kooperatif learning adalah tanggung jawab individu sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok optimal. Keadaan ini mendukung siswa dalam kelompoknya belajar bekerja sama dan tanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai suksesnya tugas-tugas dalam kelompok.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Johnson (1991 : 27) yang menyatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama sampai kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok”.
Jhonson and Jhonson (dalam Teti Sobari 2006:31) melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif model jigsaw yang hasilnya menunjukan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah :

  1. Meningkatkan hasil belajar
  2. Meningkatkan daya ingat
  3. Dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi
  4. Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu)
  5. Meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen
  6. Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah
  7. Meningkatkan sikap positif terhadap guru
  8. Meningkatkan harga diri anak
  9. Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif
  10. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Pembentukan Kelompok Belajar
Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa dibagi menjadi dua anggota kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Kelompok kooperatif awal (kelompok asal).
Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 anggota. Setiap anggota diberi nomor kepala, kelompok harus heterogen terutama di kemampuan akademik.
  1. Kelompok Ahli
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.

2.      Alasan Penulis Memilih Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil , seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya.( Rusman, 2008.203). Oleh karena itu, penulis memilih metode jigsaw ini diterapkan dalam pembelajaran Sejarah.
Sementara itu Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Selain itu metode Jigsaw ini bermanfaat bagi siswa yaitu sebagai berikut :
a)      Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam kelompok
b)      Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah
c)      Menerapkan bimbingan sesama teman
d)     Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi
e)      Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar
f)       Sikap apatis berkurang
g)      Pemahaman materi lebih mendalam
h)      Meningkatkan motivasi belajar
i)        Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
j)        Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompok
k)      Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan kelompok lain
l)        Setiap siswa saling mengisi satu sama lain.
3.      Langkah – Langkah Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Menurut Rusman (2008 : 205) pembelajaran model jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang
dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.
Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
1.     Melakukan mambaca untuk menggali imformasi. Siswa memperoleh topik- topik permasalahan untuk di baca sehingga mendapatkan imformasi daripermasalahan tersebut.
2.     diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatka topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok kata, kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicaran topik permasalahan tersebut.
3.     Laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.
4.     Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.
5.     Perhitungan skor kelompok dan menetukan penghargaan kelompok.
Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip
Rusman (2008), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut:
1.      Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa.
2.      Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda
Misalnya : materi tentang Perburuan Mutiara dari Timur, Perang Bung Karno dan Hatta serta tokoh – tokoh lainnya sekitar peristiwa proklamasi, Perang Melawan Tirani, dll.
3.      Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan
4.      Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagianyang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka.
5.      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama.
6.      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7.      Guru memberi evaluasi.
8.      Penutup

4.    Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
a.    Kelebihan Metode Jigsaw
Ibrahim dkk (2000) mengemukakan kelebihan dari metode jigsaw sebagai berikut.
1.    Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif
2.    Menjalin/mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa
3.    Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa
4.    Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru
b. Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut :
1.    Keadaan kondisi kelas yang ramai,sehingga membuat siswa binggung dan pembelajran kooperatif tipe jigsaw merupakan pembelajaran baru;
2.    Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan ketrampilan-ketrampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet
3.    Siswa lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai
4.    Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah,misal jika ada anggota yang hanya memboncengdalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi
5.    Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada penataan ruang belum terkondiki dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang dapat juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.



Discovery Learning





METODE DISCOVERY LEARNING



PAPER

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pembimbing Bapak Dr.Suranto., M.Pd






Oleh :
IFTITAH DIAN HUMAIROH         120210302015
KELAS B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

A.  Hakikat Metode Discovery Learning
1.      Pengertian Metode discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Pengertian discovery Learning Menurut Para Ahli
            Menurut Sund dalam Roestiyah(1998,22),discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip.Yang dimaksudkandengan proses mental tersebut antara lain:
Mengamati,mencerna,mengerti,menggolong-golongkan,membuat dugaan,menjejelaskan,
Mengukur,membuat kesinmpulan,dan sebagainya.
.           Para ahli mendefinisikan discovery learning berbeda-beda, sesuai dengan sudut pandanganya masing-masing :
1.      Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
2.      Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
3.      Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.

Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier dalam Winddiharto(2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

2.      Karakteristik Discovery Learning
Ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
1.      Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.      Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
3.      Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.      Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
5.      Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
6.      Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7.      Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8.      Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
9.      Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
10.  Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
11.  Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
12.  Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.
13.  Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14.  Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
15.  Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
16.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran kontruktivisme tersebut diatas, maka dalam penerapannya didalam kelas sebagai berikut :
1.      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
2.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
3.      Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
4.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa lainnya.
5.      Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya diskusi.
6.      Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama dan materi-materi interaktif.
Dari teori belajar kognitif serta ciri dan penerapan teori kontruktivisme tersebut dapat melahirkan strategi discovery learning.

3.       Tujuan  Pengunaan Discovery Learning
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Bell dalam Ratumanan (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a.      Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b.     Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
c.      Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
d.      Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
e.       Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f.       Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Adapun peran guru dalam penggunaan discovery learning ini antara lain :
Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a.      Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b.     Menyajikan materi pelajaran yang  diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c.       Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
d.     Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.

A.  Alasan Penulis memilih Metode Discovery Learning
            Metode pembelajaran dengan discovery leasrning penting dibahas karena akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran berlangsung. Setiap guru atau pendidik mempunyai alasan-alasan mengapa ia melakukan kegiatan dalam pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu. Maka dalam menggunakan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Saya memilih metode ini juga berdasarkan tujuan pembelajaran dari Metode Discovery Learning ini. Tujuannya yaitu sebagia berikut :
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1.  Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
3.  Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4.  Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
5.    Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
6.  Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
B.  Langkah – Langkah Discovery Learning
Menurut Jerome Bruner Langkah-langkah penggunaan discovery learning ada 6:
a)      Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198). Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah Syah (2004:244). Sebagaimana pendapat Djamarah (2002:22) bahwa: tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Teacher can provide the condition in which discovery learning is nourished and will grow. One way they can do this is to guess at answers and let the class know they are guessing. (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248). Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
b)      Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut (Djamarah, 2002:22) permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa perrmasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna ammembangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. Sebagaimna pendapat Bruner bahwa: The students can then analyze the teacher’s answer. This help prove to them that exploration can be both rewarding and safe. And it is thus a valuable technique for building life long discovery habits in the student (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248).
c)      Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22). Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki
d)     Data processing (pengolahan data)
menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
       e) Verification (pentahkikan/pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Sehingga setelah mencapai tujuan tersebut atau berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak (Djamarah, 2002:22).
f). Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).
Yang perlu diperhatikan siswa setelah menarik kesimpulan adalah proses generalisasi menekankan pentingnya penguasaan pelajar atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu (Slameto, 2003:119). Yaitu dengan menangkap ciri-ciri atau sifat sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus (Djamarah, 2002:191)Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan mengaplikasikan metode discovery learning, sfer tinggi.

C.  Kelebihan dan Kekurangan Metode Discovery Learning
Penggunaan teknik discovery ini adalah guru berusaha meningkatkabn aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.Roestiyah(1998,20),Maka teknik ini memiliki kelebihan sebagai berikut :
1.      Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam psroses kognitif/pengenalan siswa
2.      Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut
3.      Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa
4.      Mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
5.      Mampu mengarahkan cara siswa belajar,sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat
6.      Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah  kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri
7.    Strategi itu berpusat pada siswa,tidak pada guru.Guru hanya sebagai teman belajar saja,membantu bila diperlukan Roestiyah(1998,20)

Walau demikian, masih ada pula kelemahan dari metode discovery learning yg perlu diperhatikan ialah sebagai berikut:
1.      Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
2.      Bila kelas terlalu besar penguunaan teknik ini akan kurang berhasil
3.      Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sempat kecewa bila diganti dengan teknik ini
4.      Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini trelalu mementingkan proses pengertian saja,kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa
5.      Tidak memberika  kesempatan berpikir secara kreatif (Roestiyah(1998,21)