Kamis, 18 Desember 2014

Liberalisme



Description: http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRwsA5y0zFrU3AUqiDMqSaO8yN-Rs00ph3nPbYvHtoR4y_lA7Cb
LIBERALISME
PAPER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pembimbing Bapak Dr.Suranto., M.Pd



Oleh :
IFTITAH DIAN HUMAIROH         120210302015
KELAS B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

A.  Konsep Dasar Liberalisme
Kata liberalisme berasal dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Dan isme yang berati paham. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna.
Bermula pada 1776-1788, oleh Edward Gibbon, perkataan liberal mulai diberi maksud yang baik, yaitu bebas dari prasangka dan bersifat toleran. Maka pengertian liberal pun akhirnya mengalami perubahan arti dan berkembang menjadi kebebasan secara intelektual, berpikiran luas, murah hati, terus terang, sikap terbuka dan ramah.
Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.
Oxford English Dictionary menerangkan bahwa perkataan liberal telah lama ada dalam bahasa Inggris dengan makna sesuai untuk orang bebas, besar, murah hati dalam seni liberal. Pada awalnya, liberalisme bermaksud bebas dari batasan bersuara atau perilaku, seperti bebas menggunakan dan memiliki harta, atau lidah yang bebas, dan selalu berkaitan dengan sikap yang tidak tahu malu.
Frederic Bastiat, Gustave de Molinari, Herbert Spencer, dan Auberon Herbert, adalah aliran ekstrem yang dikenal dengan anarkhisme (tidak ada pemerintahan) ataupun minarkisme (pemerintahan yang kecil yang hanya berfungsi sebagai the nightwatchman state. Liberalisme selalu menentang sistem kenegaraan yang didasarkan pada hukum agama.
Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja.
 ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
  • Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
  • Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
  • Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
  • Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
  • Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
B.  Perkembangan Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
 Menurut Sukarna (1981) ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
·      Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being).
·      Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
·      Treat the Others Reason Equally (Perlakuan yang sama)
·      Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.
·      Government by the Consent of The People or The Governed (pemerintahan dengan persetujuan dari yang diperintah)
·      Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.
·      Berjalannya hukum (The Rule of Law).
·      Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
·      Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu (The Emphasis of Individual)
·      Negara hanyalah alat (The State is Instrument).
·      Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
·      Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).
·      Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.  
       
Sedangkan menurut Ramlan Subakti (2010: 45) ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragamadan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat, sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintah dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai cendarung disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.  
Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar, hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir (Sukarna, 1981).
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan (Sukarna, 1981). Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran liberal mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat yang Kristen. Munculnya ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan sehingga membuat kekuasaan bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir kepada rakyatnya. Salah satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika. Kebebasan telah muncul sejak adanya manusia di dunia, karena pada hakikatnya manusia selalu mencari kebebasan bagi dirinya sendiri. Bentuk kebebasan dalam politik pada zaman dahulu adalah penerapan demokrasi di Athena dan Roma. Tetapi, kemunculan liberalisme sebagai sebuah paham  pada abad akhir abad 17, berhubungan dengan runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya zaman Renaissance, lalu diikuti dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis.
Pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu kejahatan (Idris, 1991:74). Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan agama Kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan.” (Matius, 22:21).
Namun kondisi tersebut berubah pada tahun 313, ketika Kaisar Konstantin mengeluarkan dekrit Edict of Milan untuk melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun 392 keluar Edict of Theodosius yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama negara (state-religion) bagi Imperium Romawi. (Husaini, 2005:31). Pada tahun 476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah Abad Pertengahan (Medieval Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu Gereja Kristen mulai menjadi institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power) oleh Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan kekuasaan dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi kehidupan, khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran. (Idris, 1991:75-80; Ulwan, 1996:73).
Abad Pertengahan itu ternyata penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya semisal Marthin Luther (1546), Zwingly (1531), dan John Calvin (1564). Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli (1528) dan Michael Montaigne (1592), yang menentang dominasi Gereja, menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan.
Selanjutnya pada era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (1755), Voltaire (1778), dan Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari masyarakat, negara, dan politik.
Dimana hal tersebut berawal dari kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhadap kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat warisan sejarah masa lampau, di Prancis terdapat pemisahan dan perbedaan yang tajam sekali antara golongan I dan II yang memiliki berbagai hak tanpa kewajiban dan golongan III yang tanpa hak dan penuh dengan kewajiban. Golongan Borjuis mengajak seluruh rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang bertindak sewenang-wenang dan kaum bangsawan dengan berbagai hak istimewanya guna mendapatkan kebebasan berpolitik, berusaha, dan beragama. Gerakan ini diilhami oleh pendapat Voltaire, Montesquieu, dan J.J. Rousseau. Gerakan liberalisme akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Prancis.

C.  Perkembangan Liberalisme di Indonesia
Paham  liberalisme yang ada di kawasan Eropa sudah menyebar dan masuk ke kawasan Indonesia. Masuk dan menyebarnya paham liberalisme di kawasan Indonesia ini, dibawa oleh bangsa barat yang berdatangan ke Indonesia. Perlu diketahui,  bahwa masuknya paham liberalisme ke Indonesia seiring dengan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda. Hal yang demikian sudah menjadi suatu hal yang biasa, dikarenakan bangsa Belanda merupakan bangsa yang menganut paham  liberal. Menyebarnya paham Liberalisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda seiring dengan semangat bangsa Belanda, yaitu Gold, Glory dan Gospel
Masuknya paham Liberalisme di Indonesia, dimulai pada zaman penjajahan Belanda. Tepatnya, saat Belanda mengeluarkan Undang Undamg Agraria tahun 1870. Alasan Pemerintah Belanda mengeluarkan Undang Undang Agraria tersebut ialah untuk mengakhiri kegiatan Tanam Paksa atau yang lebih dikenal dengan namaCulturstelsel. Yang sebelumnya pelaksanaan Tanam Paksa tersebut untuk mengisi ekonomi negara Belanda yang kosong serta telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Dari UU tersebut, maka kebebasan serta keamanan para pengusaha pun semakin terjamin, dalam memperoleh tanah. Serta, mengatur perpindahan perusahaan-perusahaan gula ke tangan swasta.
Kemungkinan pemerintah Belanda, terinspirasi dari adanya revolusi Perancis tahun 1848, atau karena adanya kemenangan partai liberal dalam parlemen Belanda yang mendesak pemerintah Belanda untuk menerapkan sistem ekoomi liberal di negeri jajahannya terutama di Indonesia (Onifah,---: 1).. Oleh karena itu ide ide liberalisme semakin meluas.
Jadi, bagi orang orang Indonesia, tanah sudah kembali ke tangan mereka atau sudah menjadi hak milik mereka. Hal ini sesuai dengan tujuan UU Agraria, yaitu untuk melindungi petani petani Indonesia terhadap orang orang asing. Akan tetapi bagi para pengusaha asing diperbolehkan menyewanya dari pemerintah sampai selama 75 tahun. Jadi sejak di keluarkannya UU tersebut, maka industri industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Hal tersebut sama seperti yang dituliskan pada artikel Sistem Ekonomi Liberal Pada Masa Kolonial, bahwa Liberalisme ini membawa ajaran pada bidang ekonomi bahwa dikehendaki pelaksanaan usaha usaha Bebas dan pembebasan kegiatan ekonomi dari campur tangan negara.
Menurut Rickles, dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern periode tahun 1870 – 1900 atau juga disebut dengan periode liberal adalah jaman saat semakin hebatnya eksploitasi terhadap sumber sumber pertanian Jawa maupun di luar Jawa. (1998: 190). Ternyata dibalik dari periode liberal ini, bagi masyarakat penduduk pribumi Jawa merupakan suatu masa penderitaan yang semakin berat. Karena menurut penduduk Jawa, sistem perekonomian liberal ini hanya menguntungkan pihak swasta Belanda maupun para kolonial. Serta membuat di negeri Belanda sendiri menjadi pusat perdagangan.
Walaupun dibalik itu semua, dengan dibebaskan kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta pengahpusan adanya unsur paksaan dari kehidupan ekonomi, hal tersebut akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia Belanda (Onifah,---: 1).
Periode liberal ini, mengakibatkan penerobosan dalam bidang ekonomi, perlahan lahan masuk ke masyarakat Indonesia. terutama di Jawa, banyak penduduk pribumi Jawa yang mulai menawarkan tanah tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan perkebunan besar. Akan tetapi perkebunan perkebunan milik pengusaha asing atau partikelir seperti teh, kopi, kina, karet atau yang lainnya hanya berlangsung sampai tahun 1870 – 1885. Hal ini dikarenakan, jatuhnya harga harga gula dan kopi di pasaran dunia. Akibat dari hal tersebut, maka terjadi adanya reorganisasi pada kehidupan ekonomi Hindia Belanda. Serta mayoritas perkebunan perkebunan besar menjadi milik perseroan terbatas (Onifah,---: 3). Akhirnya sekitar pada abad 19, sistem perekonomian yang pada mulanya dibentuk dari sistem liberalisme, maka digantikan oleh sistem ekonomi terpimpin.
Selain paham tersebut dibuktikan dengan adanya Undang Undang Agraria. Pemerintah Belanda juga memberi kebebasan dalam beragama. Maksud dari kebebasan beragama ini adalah kebebasan masyarakat Indonesia untuk memilih agama yang hendak dianutnya. Hal tersebut sudah dibuatkan dan dimaksudkan dalam Undang Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak akan memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Masuknya paham liberalisme juga melalui bidang pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui politik etis. Akan tetapi,pada dasarnya politik etis yang dilaksaakan oleh kolonial Belanda tersebut lebih condong menguntungkan para pemilik modal atau pengusaha Belanda sendiri. Dikutip dari Marwati Djoened Poesponegoro (2008 :22) yang berbunyi “Politik liberal mementingkan prinsip kebebasan terutama untuk memeberi kesempatan bagi pengusaha memakai tanah rakyat dan segala peraturan dibuat untuk melindungi para pengusaha Belanda sendiri, antara lain dalam soal memiliki atau meyewa tanah , undang-undang perburuhan, dan undang-undang pertambangan”. Pemerintah Belanda pada saat itu, mulai mendirikan Hoofdenscholen yang didirikan pada tahun 1893. Mayoritas sekolah sekola yang didirikan lebih bersifat kejuruan dengan mata pelajaran pada bidang hukum, tata buku, pengukuran tanah dan lain lain.
Pada zaman Orde Lama ini, sistem perekonomiannnya berlandaskan kekeluargaan atau koperasi. Serta pada zaman itu pula, perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya sistem Liberalisme. Artinya ada kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah. Dengan adanya sistem tersebut, maka dapat berakibat semakin luasnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Pada awal Orde Baru, diwarnai dengan masa masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Dalam perehabilitasi ini terutama, membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa sisa faham dan sistem perekonomian yang lama yaitu liberal, kapitalis dan etatisme  atau komunis.Sangat terlihat bahwa pada masa ini pemerataan dan keadilan ekonomi serta sosial menjadi dasar dan tujuan proses pembangunan nasional.Hingga menjelang Repelita IV aspek pemerataan dan keadilan tetap diperhatikan.Karena liberalisme cenderung mengarah pada kebebasan pasar ditakutkan akan menimbulkan pihak-pihak yang menguasai pasar.
Karena paham liberal sudah dihilangkan pada awal orde Lama dan Orde Baru, maka saat ini Indonesia cenderung kembali mengarah pada liberalisme,hal ini terlihat dari sistem pasar bebas yang melanda Indonesia,ditandai dengan banyaknya perusahaan asing yang masuk ke Indonesia.Walaupun perkembangan selanjutnya juga memunculkan Neoliberalisme di Indonesia.

D.    Alasan Kontra – Liberalisme
Ditinjau dari dampak negatif paham liberalisme pada masa penjajahan.
Akibat Liberalisme Terhadap Kehidupan Rakyat Indonesia
·         Pelaksanaan politik liberal membawa akibat sebagai berikut:
·         Bagi Belanda
§  Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
§  Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mangalir ke negeri Belanda.
§  Negeri Belanda manjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
·         Bagi rakyat Indonesia
§  Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 setiap keluarga untuk satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Penduduk hidup dalam kemiskinan.
§  Krisis perkebunan tahun 1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi penduduk. Krisis ini juga mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan penghematan, misalnya dengan jalan menekan uang sewa tanah dan upah kerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
§  Sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
§  Dalam mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke 19, pemerintah Belanda mengerahkan beban dan keuangannya dari daerah Jawa, sehingga tidak secara langsung Jawa harus menanggung beban kekurangan untuk  pembiayaan pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah tersebut.
§  Adanya pertambahan penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19. Sementara itu jumlah produksi pertanian menurun.
§  Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barag-barang impor dari Eropa.
§  Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta api.
§  Rakyat menderita akibat diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat (Poenale Sanctie).















DAFTAR PUSTAKA
http://ilmu-ngawortepak.blogspot.com/2013/03/perkembangan-liberalisme-di-indonesia.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar