
KAPITALISME
PAPER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pembimbing Bapak Dr.Suranto., M.Pd
Oleh
:
IFTITAH
DIAN HUMAIROH 120210302015
KELAS
B
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
A.
KONSEP DASAR KAPITALISME
Kapital berarti, modal pokok dalam perniagaan. Kapitalis, kaum yang
bermodal. Sedangkan Kapitalisme adalah Sistem dan faham ekonomi (perekonomian)
yang modalnya (penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal
pribadi atau modal-modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam pasaran
bebas.
Adapun pengertian Kapitalis menurut G.G. Wells;“Kapitalisme adalah Suatu
yang tidak dapat didefinisikan, tapi pada umumnya kita menyebut sebagai sistem
kapitalis, sesuatu yang kompleks kebiasaan tradisional, energi perolehan yang
tak terkendalikan dan kesempatan jahat serta pemborosan hidup”.
Secara umum,Teori Kapitalis bercirikan individu yang menjadi pemilik bagi
apa yang dihasilkannya, Orang lain tidak punya hak. Ia berhak untuk memonopoli
semua alat produk yang dapat dicapainya dengan usahanya sendiri, berhak untuk
tidak mengeluarkannya, kecuali dengan jalan yang memberi keuntungan
padanya.Teori tersebut bertitik tolak pada egoisme, yang hanya cinta pada diri
sendiri.
Apabila ditinjau dari sudut ekonomi, Bukan dari sudut moral, bahwa salah
satu pembawaan dari teori kapitalis, ialah rusaknya keseimbangan dalam
pembagian kekayaan diantara individu-individu dan tertumpuknya alat-alat
produksi ditangan satu kelompok yang merupakan satu kelas yang paling mewah
hidupnya dan paling unggul.
Masyarakat kapitalis praktis menjadi dua kelas yakni kelas hartawan dan
miskin. Kelas hartawan menguasai sumber-sumber kekayaan dan bertindak
sekehendak hatinya, serta tidak mempergunakannya kecuali untuk kepentingan
pribadinya. Sehingga kepentingan masyarakat dikorbankan demi untuk menambah
kekayaan. Maka orang-orang miskin tidak lagi punya kesempatan untuk memperoleh
sumber-sumber kekayaan kecuali hanya untuk memperoleh kebutuhannya, demi
kelanjutan hidup.
B.
PERKEMBANGAN KAPITALISME
SEJARAH PERKEMBANGAN KAPITALISME
1. Kapitalisme Awal
Ø Merkantilisme
Kapitalisme mempunyai
sejarah panjang yang mana sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan
oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal
bakal kapitalisme. Kapitalisme merupakan cara pandang dalam menjalani kegiatan
ekonominya. Hal tersebut bisa dilihat pada Merkantilisme berkembang pada abat
ke-15 sampai abad 18, dan berasal dari kata merchand
yang artinya pedagang. Walaupun para
ahli masih meragukan apakah merkantilisme benar merupan suatu aliran/madzhab
atau bukan, namun aliran ini memiliki dampak yang besar dalam perkembangan
teori ekonomi. Aliran ini timbul pada masa ketika perdagangan antar negara
semakin berkembang pesat. Kalau di masa sebelumnya masyarakat dapat mencukupi
kebutuhannya dengan dengan memproduksi sendiri, pada masa merkantilisme ini
berkembang paham bahwa jika sebuah negara hendak maju, maka negara tersebut
harus melakukan perdagangan dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas
dan perak yang diterima merupakan sumber kekayaan negara.
Dalam bukunya yang berjudul “England Treasure by Foreign Trade” Thomas Mun menulis tentang manfaat
perdagangan luar negeri. Ia menjelaskan bahwaperdagangan luar negeri akan
memperkaya negara jika menghasilkan surplus dalam bentuk emas dan perak.
Keseimbangan perdagangan hanyalah perbedaan antara apa yang di ekspor dan apa
yang di impor. Ketika negara mengalami surplus perdagangan, ini berarti ekspor
lebih besar daripada impor. Lebih lanjut Thomas Mun menjelaskan bahwa
perdagangan domestik tidak dapat membuat negara lebih makmur, karena perolehan
logam mulia dari seorang warga negara adalah sama dengan hilangnya logam mulia
dari warga negara yang lain. Dengan meningkatkan persedian uang domestik
sebagai hasil dari surplus perdagangan ternyata dapat juga memunculkan bahaya
karena orang akan terpancing untuk membeli lebih banyak barang-barang mewah.
Hal ini menyebabkan harga barang dalam negeri akan naik dan pada akhirnya akan
mengurangi ekspor karena barang-barang yang diproduksi di dalam negeri
akan terlalu mahal bila dijual di luar negeri. Konsekuensi ini bisa dihindari
yaitu dengan melakukan investasi kembali. Reinvestasi ini akan menciptakan
lebih banyak barang untuk diekspor. Thomas Mun mengakui bahwa betapa pentingnya
investasi modal dan Ia memandang keseimbangan perdagangan merupakan sebuah cara
untuk mengumpulkan modal produktif.
Ajaran merkantilisme
dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-15 sampai ke-18, era dimana
kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama
kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya
pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori
merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara
Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme
mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi
baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh
Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar di dunia.
Ø Kolonialisme
Merkantilis merupakan model kebijakan ekonomi
dengan campur tangan pemerintah yang dominan, proteksionisme serta politik
kolonial, ditujukan dengan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan.
Kebijakan ekonomi lebih bersifat makro, hal ini berhubungan dengan tujuan proteksi
industri di dalam negeri, dan menjaga rencana perdagangan yang menguntungkan,
hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan peranannya dalam perdagangan
internasional dan perluasan-perluasan kolonialisme, yang mana Kolonialisme
sendiri merupakan suatu sistem dimana suatu negara menguasai rakyat dan sumber
daya negara lain tetapi masih tetap berhubungan dengan negeri asal dan
tujuannya untuk menguras sumber-sumber kekayaan daerah koloni demi perkembangan
industri dan memenuhi kekayaan negara yang melaksanakan politik kolonial
tersebut. Pada zaman kolonialisme ini akumulasi modal yang terkonsentrasi di
Eropa (Inggris) didistribusikan ke penjuru dunia, yang menghadirkan segenap
kemiskinan di wilayah jajahannya.[1][7]
Kelahiran kapitalisme dimasa merkantilisme dan
kolonialisme dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther yang memberi
dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik dan
Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya. Martin Luther yang memberi
dasar-dasar teosofik adalah seorang Jerman yang melakukan gerakan
monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan tulisan protesnya di seluruh
penjuru Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik pengampunan dosa yang
diberlakukan Gereja Roma. Kemudian ia meletakkan ajaran dasarnya, yaitu:
“Manusia menurut kodratnya menjadi suram karena dosa-dosanya dan semata-mata
lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka dapat menyelamatkan
dirinya dari kutukan abadi”. Sedangkan bagi Benjamin Franklin yang memberi
dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal
atas usahanya sendiri. Kemudian Franklin mengamanatkan “Waktu adalah Uang”.
Bagi Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan tarcantum dalam buku
An Inquiry into The Nature and Causes of
The Wealth Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan spirit kapitalismenya
dalam sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis folologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Ia mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan
harga barang tersebut menjadi mahal sehingga menjadi sulit didapatkan terutama
oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Tetapi menurut Smith bahwa yang harus
dilihat adalah perilaku produsen. Ketika harga barang mahal, maka keuntungan
akan meningkat. Ketika keuntungan yang dijanjikan atas barang tersebut tinggi,
maka banyak produsen yang memproduksinya. Sehingga dengan demikian kelangkaan
barang tersebut akan terpenuhi dan menjadi murah dan kebutuhan masyarakat akan
terpenuhi. Sehingga masalah yang terjadi di masyarakat akan diselesaikan oleh the invisible hands.
2.
Kapitalisme Klasik
Ø Revolusi Industri
Pada fase ini terjadi pergeseran perilaku para
kapitalis yang semula hanya perdagangan publik, ke wilayah yang mempunyai
jangkauan lebih luas yaitu industri. Pada masa Revolusi Industri yaitu
merupakan perubahan radiakal struktur masyarakat agraris ke industri serta
perubahan penggunaan sarana produksi dari tenaga manusia ke tenaga mesin.
Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri yang
seperti itu merupakan ciri Revolusi Industri di Inggris. Perubahan dalam cara
menentukan pilihan tekhnologi dan cara berorganisasi berhasil memindahkan
industri dari pedesaan ke sentra-sentra perdagangan lama di perkotaan selama
Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus membengkak selama dua
atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang baik pada abad 18. Penerapan
praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang tumbuh selama berabad-abad dapat
sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai menjadi penggerak bagi
perubahan teknologi karena akumulasi modal memungkinkan penggunaan berbagai inovasi.
Tepat pada fase ini kapitalisme mulai meletakkan
dasarnya yaitu laissez-faire,
laissez-passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith. Dillar menerangkan bahwa
perkembangan kapitalisme pada fase kedua ini semata-mata menggunakan
argumentasi ekonomis. Perkembangan ini tentu saja menjadi parameter
keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur sosial masyarakat. Kesuksesan
ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik, yaitu hubungan antara
kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan kapitalisme terutama dalam
penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan daerah kekuasaan sebagai
lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik erat kaitannya dengan
karya Adam Smith An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nations
(1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa kapitalisme kuno sudah
berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik.
3.
Kapitalisme Lanjut
Kapitalisme lanjut dijelaskan mulai berkembang
sejak abad 19, tepatnya tahun 1914, Perang Dunia I sebagai momentum utama. Abad
20 ditandai oleh perkembangan kapitalisme yang sudah tidak lagi bisa disebut
sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme fase lanjut sebagai peristiwa
penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran
dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa
di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme
klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga,
Revolusi Bolzhevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental
kapitalisme yang berupa pemilikan kapital secara individu atas penguasaan
sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan
agama. Dari sana kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme abad 20 berhasil tampil meliuk-liuk
dengan performance yang selalu bergerak mengadaptasikan kebutuhan umat manusia
pada zaman dan situasi lingkungannya.[2][8] Fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan
umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan
juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Produk
lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya
korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang
industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi
dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi menghadapi ekonomi global.
Ia lazim berbentuk MNC/TNC (MultiNational
Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas
bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi Negara,
melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal mereka bisa
melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.
Dengan semakin pentingnya modal, peranan Negara
menjadi tereduksi, tapi juga hilang sama sekali. Negara hanya sekedar menjadi
aktor pelengkap (Complement Actor) saja dalam percaturan ekonomi dunia, meski
dalam beberapa kasus peran Negara tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk
mendukung roda ekonomi yang sedang diputar kapitalis. Inilah yang dinubuat
Galbraith dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui
pemerintahan. Para kapitalis ini tetap membutuhkan keterlibatan Negara untuk
memfasilitasi setiap produk yang dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini
selanjutnya menjadi karakter dasar dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini
menyebabkan para pakar menyebut bahwa kapitalisme lanjut adalah kapitalisme monopoli
atau kapitalisme kroni (crony capitalism).
Sementara menurut pandangan Clauss Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan
Negara diarahkan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, politik selalu
menampilkan sifat negatif yang khas. Politik diarahkan untuk mengatasi
disfungsionalitas dan menghindari resiko-resiko yang membahayakan sistem.
Politik tidak diupayakan untuk merealisasikan tujuan-tujuan, melainkan pada
pemecahan masalah-masalah teknis. Kegiatan Negara dibatasi hanya pada
persoalan-persoalan teknis yang bisa dipecahkan secara administratif sehingga
dimensi praksisnya hilang.[3][10] Hubungan faktor politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi adalah cara
pandang Keynes, dan persoalan itu susah untuk dihindarkan. Keynes sangat
tertarik pada keseluruhan adegan sosial dan politik yang diproduksi secara
bersamaan. Ia memandang teori ekonomi sebagai suatu alat kebijakan politik. Ia
membelokkan apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik yang bebas nilai untuk
melayani tujuan dan target mental, dan untuk itu ia membuat ilmu ekonomi
menjadi persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Akumulasi modal sekarang tidak sekedar menjadi
kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah hukum, di balik nuansa ini, tersimpan
keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka, para kelompok mayoritas seperti
buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari bahwa kapitalisme model baru
menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok mayoritas. Segitiga konspirasi
ala O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam menjelaskan mekanisme
ketertindasan struktural rakyat. Secara empiris konspirasi itu dapat dilihat
dari bagaimana kebijakan-kebijakan Negara terbentuk atas pengaruh kepentingan
TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/MNC, World Bank/IMF, dan WTO berjalan linier,
sevisi, setujuan menuju kepentingan yang sama, yakni liberalisasi pasar. Di
samping itu ketiga institusi itu adalah kekuatan terbesar dunia abad ini.
Sehingga kita tidak pernah menemukan kebijakan internasional yang tanpa memuat
kepentingan ketiganya. Kita memang bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut
tidak hanya dipahami sesederhana itu. Jika hujatan terpedas hari ini pada
kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx dengan asumsi konflik kelas,
sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan bagaimana kapitalisme menghadapinya
dengan dada terbuka. Cita-cita Marx yang tertuang dalam kata-kata msayarakat
tanpa kelas, justru secara mengejutkan, bukan terjadi dalam masyarakat
komunisme, melainkan dalam masyarakat kapitalisme. Konsep pilihan publik
(public choice) yang mencoba mengagregasikan kebutuhan-kebutuhan individu
berhadapan dengan Negara, justru pada akhirnya mampu menciptakan masyarakat
tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam kaitannya dengan Negara, mampu
memelihara Negara dengan mengupayakan reinventing government, bukan barang
mustahil apabila masyarakat tanpa kelas adalah milik kapitalisme, bukan
komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata gagal dipraktekkan oleh komunisme.
Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir sejarah itu, threshold capitalism.
C.
PERKEMBANGAN KAPITALISME DI INDONESIA
Indonesia yang saat ini menganut Demokrasi
Pancasila, tak urung dari sistem kapitalisme yang terus berkembang. Kapitalisme
erat hubungannya dengan proses-proses ekonomi dan pengindustrian. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kapitalisme berarti sistem dan paham ekonomi yang
modalnya bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta, dengan ciri
persaingan dalam pasar bebas. Sistem kapitalisme di Indonesia tidak tumbuh
begitu saja, melainkan melalui perjalanan sejarah yang panjang. Seiring dengan
perkembangan kapitalisme, rakyat Indonesia pun dapat menilai bagaimana
kapitalisme menguntungkan maupun merugikan bangsa ini. Dalam tulisan ini,
penulis akan memaparkan bagaimana susunan kapital Indonesia berkembang pada
awalnya, perkembangan kapitalisme setelah Indonesia merdeka, serta bagiamana
perkembangan kolonial memengaruhi struktur kapital pasca Indonesia
merdeka.
Kapitalisme awalnya tumbuh dan berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Menurut
Tan Malaka (2008: 45), sistem kapitalisme di Indonesia masih muda atau masih
prematur karena negara Indonesia baru menggunakan mesin untuk proses industri
seperempat abad belakangan ini. Susunan kapital Indonesia yang prematur ini
dikarenakan penjajah yang terlalu lama mengeksploitasi sumber daya alam
Indonesia, sehingga orang Indonesia belum dapat menggunakan sumber daya alamnya
dengan maksimal. Terdapat beberapa faktor internal yang juga memengaruhi
prematurnya sistem kapitalisme di Indonesia. Faktor perbedaan bentang alam
Indonesia, misalnya. Pulau Jawa memiliki lebih banyak lahan pertanian dan Pulau
Sumatera memiliki lebih banyak lahan yang mengandung sumber daya alam, seperti
besi dan minyak tanah. Dengan demikian, mesin perindustrian modern yang kini
lebih berkembang di Pulau Jawa, sesungguhnya lebih tepat jika digunakan untuk
mengembangkan Pulau Sumatera. Selain itu, sistem kapitalis menyebabkan
perpindahan penduduk. Penduduk yang tadinya berada di desa berpindah ke kota
karena tingginya tingkat kebutuhan tenaga kerja di kota-kota besar. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan kapitalisme di Indonesia tidak merata. Susunan
kapitalisme Indonesia selanjutnya terus berkembang, namun tidak secara alami
(Malaka, 2008: 48). Berbeda dengan Amerika Utara dan Eropa yang kapitalismenya
muncul dan berkembang secara alami, perkembangan kapitalisme di Indonesia
disebabkan oleh pengaruh penjajah asing yang mengeksploitasi kekayaan Indonesia
untuk memuaskan kepentingan pihak asing tersebut. Hal ini menghasilkan kemajuan
ekonomi Indonesia yang tidak teratur seperti semestinya. Sampai saat ini,
Indonesia belum dapat menghasilkan barang-barang untuk penduduknya sendiri
maupun untuk perdagangan luar negeri. Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah
tangga, serta bahan-bahan produksi yang dipakai oleh rakyat Indonesia mayoritas
tidak dibuat oleh tangan sendiri (Malaka, 2008: 49).
Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di
Indonesia hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi
Indonesia lemah. Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan
rezimnya menerapkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan
nasional dan kesejahteraan ekonomi. Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat
kapitalisme di Indonesia semakin kuat. Pembangunan besar-besaran membuat para
investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tatanan Orde
Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu bentuk pemerintahan
oligarki yang menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat atau penguasa
sebagai pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya (Robinson &
Hadiz, 2004: 42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden Soeharto
menyatakan bahwa siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki perdagangan
bebas. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas di Indonesia
hingga kini. Para investor asing yang membanjiri pasar usaha Indonesia semakin
mendesak para investor pribumi. Persaingan serta sistem pemerintahan oligarki
menjadi sebab terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di tahun 1997-1998, hingga
akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya (Pusat Penelitian Politik,
2009), meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di Indonesia.
Kapitalisme yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh
kolonialisme Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem
tanam paksa merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem
tanam paksa yang dilakukan Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme,
yakni Belanda yang memeras kekayaan pribumi demi memenuhi kepentingan
pemeritahannya pada saat itu. Keadaan yang demikian disebut sebagai politik
perampok bangsa Belanda. Politik tersebut pula yang kemudian memusnahkan
benih-benih industri bumiputera modern (Malaka, 2008: 49). Setelah sistem tanam
paksa dihapuskan dan setelah kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang
dengan bentuk imperialisme baru. Modal-modal asing mulai masuk ke Indonesia
pada masa Orde Baru, yang setelah beberapa waktu menimbulkan kesenjangan antara
masyarakat yang memiliki modal dengan yang tidak memiliki modal. Meskipun
perkembangan pembangunan dan ekonomi Indonesia semakin maju, banyak dampak
negatif yang bahkan dapat dirasakan sampai sekarang. Di antaranya kesenjangan
kelas-kelas sosial dan efek penyelewengan yang dilakukan oleh Soeharto.
Banyaknya modal yang masuk membuat Soeharto memakai uang tersebut bukan lagi
untuk rakyat melainkan untuk kepentingannya sendiri. Pemikiran kolonialisme
yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan memiskinkan pihak-pihak yang
lain mencerminkan dipengaruhinya kapitalisme Indonesia oleh kolonialisme
Belanda.
Sampai saat ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan
sumber daya Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu,
terdapat banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di
Indonesia, di antaranya banyak pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk
kepentingannya sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar
antara kelas-kelas sosial yang ada. Penulis menyimpulkan bahwa pada awalnya,
struktur kapital di Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring berjalannya
waktu, serta dengan pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia,
kapitalisme terus berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang
memengaruhi berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah ‘contoh’
yang dapat kita lihat pada masa penjajahan Belanda. Menurut penulis,
perkembangan kapitalisme pada zaman modern ini juga terjadi karena pengaruh
neoliberalisme yang semakin kuat. Gencarnya pasar bebas dan masalah Freeport
adalah beberapa contoh semakin berkuasanya modal asing di Indonesia.
D.
ALASAN PRO-KAPITALISME
Alasan saya setuju
dengan pelaksanaan sistem kapitalisme di Indonesia karena dengan pelaksanaan
sistem tersebut tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas
produksi pertanian (terutama di pulau Jawa) guna kepentingan penbendaharaan
Belanda. Sistem ini adalah satu kesuksesan yang besar dari sudut pandang
kapitalisme Belanda, menghasilkan produk ekspor tropikal yang sangat besar
jumlahnya, dimana penjualannya di Eropa memajukan Belanda. Dengan kopi dan gula
sebagai hasil bumi utama, seluruh periode Sistem Tanam Paksa menghasilkan
keuntungan sebesar kira-kira 300 juta guilder dari tahun 1840-1859.
Sistem
kapitalisme sempat menghilang sejenak ketika masa penjajahan Jepang dan ketika
masa pemerintahan Soekarno. Namun, keika Soeharto menjadi presiden yaitu ketika
masa Orde Baru,
sistem kapitalisme ini mulai kembali muncul di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan mulai banyaknya pemodal asing yang masuk dan menanamkan modalnya di
Indonesia dan mulai bermunculannya bank.
DAFTAR PUSTAKA
http://irisds-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-77004-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar