BERPIKIR KRITIS
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi
Belajar Mengajar
Dosen Pembimbing Bapak Dr.Suranto., M.Pd
Oleh
:
IFTITAH
DIAN HUMAIROH 120210302015
KELAS
B
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan
berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir
kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian
dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam
sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Berpikir kritis adalah suatu
aktifitas kognitif yang berkaitab dengan penggunaan nalar. Belajar untuk
berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti
memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan menilai/memutuskan.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan
bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya
dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan
dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.Pengembangan
kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan
kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian,
pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan
kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat mengatasi
masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat dibuat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
·
Apa definisi dari
berpikir kritis ?
·
Bagaimana ciri –
ciri dari berpikir kritis ?
·
Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi berpikir
kritis ?
·
Bagaimana cara mengembangkan berfikir kritis terhadap peserta didik ?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas makalah ini disusun dengan tujuan :
·
Mengetahui definisi
dari berpikir kritis secara umum maupun menurut pendapat para ahli
·
Mengetahui ciri –
ciri berpikir kritis
·
Mengetahui faktor –
faktor yang mempengaruhi berpikir kritis
·
Mengetahui
bagaimana mengembangkan berpikir kritis terhadap peserta didik
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Berpikir Kritis
Berpikir
adalah aktivitas yang sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan
berbagai ringkasan yang masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996),
mengatakan berpikir adalah suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan,
berpikir mengunakan lambang (visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan
kesimpulan yang disertai proses pemecahan masalah.
Berpikir
adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan,
menarik kesimpulan, dan merefleksikan . Berpikir merupakan suatu proses yang
aktif dan terkoordinasi. Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis
adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa
ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Jadi yang merupakan pengertian berpikir merupakan suatu proses yang berjalan
secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan
persepsi.
Berfikir
kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian
atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan
pengalaman. ( Pery & Potter,2005). Berpikir kritis adalah pengujian secara
rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah,
kepercayaan dan tindakan. Menurut Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu
proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang
mutakhir dan menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-pandapat
tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif/
pandangan baru.
Berpikir kritis berdasarkan pada
metode penyelidikan ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan.
Berpikir kritis dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan
profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk
pemecahan masalah.
Berpikir
kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran
rasional dan cermat. Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator umum
untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan
mandiri. Pengetahuan didapat, dikaji dan diatur melalui berpikir. Keterampilan
kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas-tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi-diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan, dan dukungan
(Paul, 1993). Berpikir kritis mentransformasikan cara individu memandang
dirinya sendiri, memahami dunia. dan membuat keputusan (Chafee 1994).
Jadi yang dimaksud dengan berpikir
kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam
mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat-tidaknya
ataupun layak-tidaknya suatu gagasan yang mencakup penilaian dan analisa secara
rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang ada, kemudian
merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan.
Berfikir
Kritis Menurut Para Ahli
Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991)
adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable
tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan,
bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan
keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis
adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang
relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara
logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan
atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses
tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu
langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil
manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir
kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada
fokus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995:6), berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika
berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa
tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.Penekanan kepada
proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis
yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat
pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan
mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman,
pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan
sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1). Pernyataan
tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus
memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis,
pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan
sistematis. Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General
Education Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang
menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan
logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam
menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang
dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985:
54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau
berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan
dilakukan.
2.2 Ciri –
Ciri Berpikir Kritis
Ciri-ciri berpikir kritis yaitu sebagai berikut :
a.
Menanggapi atau memberikan komentar
terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan
b.
Bersedia memperbaiki kesalahan atau
kekeliruan
c.
Dapat menelaah dan menganalisa
sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis
d.
Berani menyampaikan kebenaran
meskipun berat dirasakan
e.
Bersikap cermat, jujur dan ikhas
karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan
yang bertalian dengan agama Allah maupun dengan urusan duniawi
f.
Kebencian terhadap suatu kaum, tidak
mendorongnya untuk tidak berbuat jujur atau
tidak berlaku adil.
g.
Adil dalam memberikan kesaksikan
tanpa melihat siapa orangnya walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan
kerabat
h.
Keadilan ditegakkan dalam segala hal
karena keadilan menimbulkan ketentraman, kemakmuran, dan kebahagiaan. Keadilan
hanya akan mengakibatkan hal yang sebaliknya
Lebih
lanjut Alec Fisher (2009: 7) menyebutkan ciri-ciri kemampuan
berpikir kritis sebagai berikut:
1.
Mengenal masalah
2.
Menemukan cara-cara yang dapat
dipakai untuk menangani masalah-masalah itu
3.
Mengumpulkan dan menyusun informasi
yang diperlukan.
4.
Mengenal asumsi-asumsi dan
nilai-nilai yang tidak dinyatakan.
5.
Memahami dan menggunakan bahasa yang
tepat, jelas, dan khas
6.
Menilai fakta dan mengevalusai
pernyataan-pernyataan
7.
Mengenal adanya hubungn yang logis
antara masalah-masalah
8.
Menarik kesimpulan-kesimpulan
dan kesamaaan-kesamaan yang diperlukan
9.
Menguji
kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seeorang
ambil
10.
Menyusun kembali
pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas k)
Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu
dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri berpikir kritis menurut Cece Wijaya (1996: 72)
adalah :
1.
Pandai mendeteksi masalah
2.
Mampu membedakan ide yang relevan
dengan yang tidak relevan
3.
Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau
pendapat
4.
Mampu mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan atau kesenjangan-kesenjangan informasi
5.
Dapat membedakan argumentasi logis
dan tidak logis
6.
Dapat membedakan di antara kritik
membangun dan merusak
7.
Mampu menarik kesimpulan
generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari
lapangan
8.
Mampu menarik kesimpulan dari data
yang telah ada dan terseleksi.
Dari penjelasan di atas terkait
ciri-ciri kemampuan berpikir kritis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
ciri-ciri berpikir kritis meliputi :
1.
Kemampuan
mengidentifikasi. Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan
menyusun informasi yang diperlukan, mampu menentukan pikiran utama dari suatu
teks atau script, dan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu
pernyataan.
2.
Kemampuan
mengevaluasi. Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi
relevan dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi
pernyataan-pernyataan.
3.
Kemampuan
menyimpulkan. Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan
yang benar dan salah, mampu membedakan antara fakta dan nilai dari suatu
pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang solusi sederhana berdasarkan
naskah.
4.
Kemampuan
mengemukakan pendapat. Hal ini terdiri atas dapat
memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta-fakta yang mendukung
pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.
Ennis (Arief
Achmad, 2007) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis,
yaitu:
a.
Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan:
"Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?";
"Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?";
"Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!". Kejelasan merupakan
pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan
apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat
berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: "Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?".
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: "Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?".
b. Accuracy
(keakuratan, ketelitian, kesaksamaan).
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah
pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: "Apakah pernyataan itu
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?"
Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan
berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon".
c.
Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian
data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan
panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan
yang diungkapkan sudah sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah
cukup spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan
ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita
tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance
(relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan
atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan.
Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut:
"Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?";
"Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?". Permasalahan
dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan.
Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar
untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur
kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan
dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e.
Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai
jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah
permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah
dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah?
Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian,
ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam).
Misalnya terdapat ungkapan, "Katakan tidak". Ungkapan tersebut biasa
digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang
(narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi
sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan
bermacam-macam.
f.
Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat
ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau
dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam
merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah
pernyataan tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi
tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen
menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam
pertanyaan yang diajukan.
g. Logic
(logika)
Logika
bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep
yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya,
bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan
dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir
dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung
perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir
dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau
bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
2.3 Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Berpikir Kritis
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi berpikir kritis peserta didik,
yaitu sebagai berikut :
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya:
1. Kondisi fisik: menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik
adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani
kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada
situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka
kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk
bereaksi terhadap respon yanga ada.
2. Motivasi: Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal
dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan
ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau
memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk
memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat
dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko,
menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih
baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat
memperoleh tujuan dan kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif,
memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil
perilaku.
3. Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan
ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000)
kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang
melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan
dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan
mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus
pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan
disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi
seseorang dalam berpikir.
4. Perkembangan intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan
mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan,
menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap
stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia
dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin
bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan
proses.
Rath et al (1966) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir
kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana
akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran.
2.4 Mengembangkan Cara Berpikir Kritis Terhadap
Mencari
pernyataan atau pertanyaan yang jelas artinya atau maksudnya, mencari alasan
atas suatu pernyataan, menggunakan dan menyebutkan sumber yang dapat dipercaya,
mempertimbangkan situasi secara menyeluruh, berusaha relevan dengan pokok
pembicaraan, berusaha mengingat pertimbangan awal atau dasar, mencari
alternatif-alternatif, bersifat terbuka, mengambil posisi (atau mengubah
posisi) apabila bukti-bukti dan alasan-alasan sudah cukup baginya untuk
menentukan posisinya, mencari ketepatan seteliti-telitinya, berurusan dengan
bagian-bagian secara berurutan hingga mencapai seluruh keseluruhan yang
kompleks, menggunakan kemampuan atau keterampilan kritisnya sendiri, peka
terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat kerumitan berpikir orang
lain, menggunakan kemampuan berpikir kritis orang lain.
Kemampuan
berpikir kritis yang dikembangkan pada tulisan ini mengacu pada kemampuan
berpikir kritis yang dikembangkan oleh Linn & Gronlund dalam Hadi (2007)
yaitu membandingkan, menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan, meringkas,
menyimpulkan, berpendapat, mengelompokkan, menciptakan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Keterampilan berpikir
kritis tersebut dapat dikembangkan pada pembelajaran biologi melalui model cooperative
script. Karena pada model cooperative script, siswa akan melakukan
aktivitas-aktivitas yang mengasah keterampilan berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan
melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu
siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis,
yaitu :
1.
menentukan masalah atau isu nyata, proyek, atau
keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi
2.
menentukan poin-poin yang menjadi pandangan
3.
memberikan alasan mengapa poin-poin itu
dipertimbangkan untuk dikritisi
4.
membuat asumsi-asumsi yang diperlukan
5.
bahasa yang digunakan harus jelas
6.
membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta
yang meyakinkan
7.
mengajukan kesimpulan
8.
menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut.
Lebih
lanjut dijelaskan karakteristik dari berpikir kritis menurut Wade dalam
Setiawan (2005) adalah menjawab pertanyaan, merumuskan masalah, meneliti
fakta-fakta, menganalisis asumsi dan kesalahan, menghindari alasan-alasan yang
emasional, menghindari penyederhanaan yang berlebihan, memikirkan intepretasi
lain, dan mentoleransi arti ganda. Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir
kritis dan kreatif sangat diperlukan dalam mengajarkan pemecahan masalah pada
siswa, karena salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan
menggunakan informasi dan ketrampilan dalam memecahkan masalah. Melalui
pemecahan masalah-masalah itu siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan.
Kesulitan yang umumnya ditemukan pada siswa dalam memecahkan masalah adalah
dalam hal memperjelas masalah atau merumuskan masalah yang akan dipecahkan
(Slavin, 1997).
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Berfikir
kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterpretasikan
dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan
berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. ( Pery &
Potter,2005). Berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap
ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan
tindakan. Menurut Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian
yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan
menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk
mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif/ pandangan baru.
Berpikir kritis berdasarkan pada
metode penyelidikan ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan.
Berpikir kritis dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan
profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk
pemecahan masalah.
Rath et al
(1966) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa
memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa
untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam
kegiatan pembelajaran.
Kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan
melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu
siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis,
yaitu :
1.
menentukan masalah atau isu nyata, proyek, atau
keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi
2.
menentukan poin-poin yang menjadi pandangan
3.
memberikan alasan mengapa poin-poin itu
dipertimbangkan untuk dikritisi
4.
membuat asumsi-asumsi yang diperlukan
5.
bahasa yang digunakan harus jelas
6.
membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta
yang meyakinkan
7.
mengajukan kesimpulan
8.
menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Hassoubah, Z. I. (2004).
Developing Creative & Critical Thinking : Cara Berpikir Kreatif &
Kritis. Bandung : Nuansa.
Internet
:
Teks apa ya yang menuliskan bahwa nalar kritis menjadi tujuan utama dalam pendidikan indonesia?
BalasHapus